Selasa, 08 November 2011

yusuf septiawan (21060111130075)

Energi Minyak Bumi Itu Terbarukan

Krisis minyak baru saja berlalu. Harga yang meroket kini sudah turun. Kendati begitu komoditi ini tetap dianggap strategis karena makin lama akan habis karena minyak bumi energi merupakan energi yang tak terbarukan. Namun anggapan itu sebaiknya jangan ditelan mentah-mentah karena banyak ilmuwan yang yakin bahwa minyak bumi itu terbarukan. Salah satu contohnya penopang pendapat ahli itu ialah misteri di Eugene Island.
Tempat penambangan minyak Eugene Island terletak di daerah pegunungan dekat Teluk Meksiko, sekitar 80 km dari pantai Louisiana. Di situlah beridiri pengeboran minyak yang diberi nama Eugene Island 330 yang memproduksi sekitar 15.000 barrels minyak per hari pada awal produksinya di tahun 1970-an. Pada tahun 1989, produksinya merosot menjadi 4.000 barrels perhari. Kemudian mendadak produksinya melonjak menjadi 13.000 barrels. Sebagai tambahan ilustrasi, estimasi cadangan sumur itu naik dari 60 menjadi 400 juta barrels. Anehnya lagi, minyak baru itu beda dengan minyak yang sudah ditambang sepuluh tahun lalu. Ada apa dengan Teluk Meksiko?
Sulit menghindari kesimpulan bahwa cadangan minyak di sumur Eugene Island 330 secara cepat diisi sendiri secara kontinyu dari dalam bumi beberapa mil di bawah permukaan bumi.
Sumber minyak yang jauh di bawah permukaan bumi ini mendukung teori T Gold tentang The Deep Hot Biosphere. Gold berasumsi bawa minyak bumi terbarukan–sirup yang secara kontunyu diproduksi bumi di bawah kondisi ultrapanas dan tekanan tinggi. Material dari perut bumi ini naik ke permukaan-kemudian dimakan bakteri, membuat bahan organik yang tampak seperti dari zaman dinosaurus, sehingga orang memgira minyak berasal dari unsur biotik.
Kenyataan seperti yang terjadi di Eugene Island 330 dan teori Gold membuat para insinyur perminyakan berpikir bahwa kejadian serupa bisa terjadi di tempat lain di muka bumi ini dan jumlahnya banyak. Contoh, sumur minyak di Timur Tengah tidak habis-habisnya kendati sudah ditambang habis-habisan.
“Timur Tengah punya cadangan lebih dari dua kali lipat dalam 20 tahun terakhir, meskipun selama setengah abad sudah diekploitasi intensif dan relatif sedikit penemuan sumur baru. Sangat banyak dibutuhkan dinoasaurus mati plus material organik lainnya untuk membentuk cadangan sebesar 660 milira barrel di wilayah itu,” kata Norman Hyne, professor dari University of Tulsa in Oklahoma.
John Felmy, chief economist at the American Petroleum Institute, memperkuat argumen ini. Sejak ditemukan pada tahun 1800-an, orang menyangka bahwa minyak akan segera habis. The Club of Rome, lembaga nonprofit global think tank, menyatakan pada tahun 1970-an bahwa tahun 2003 merupakan puncak produksi minyak. Tetapi kenytaannya hal itu tak terbukti.
Di Indonesia sendiri fenomena seperti itu sebenarnya terjadi juga. Tengok saja penambangan minyak tradisional di Desa Wonocolo, Kec Kedewan, Kab Probolinggo. Di sana ada 47 sumur tua yang masih produksi, dan sudah bertahun-tahun ditambang oleh warga setempat. Belakangan pengusaha dengan modal mulai mengendus potensi minyak di sana. Ada sekitar 47 sumur peninggalan Belanda, yang anehnya masih mengeluarkan minyak yang cukup besar buat ukuran desa yaitu sekitar 40.000-50.000 liter per hari!!
Bahan Abiotik
Ahli Geologis telah lama percaya bahwa pasokan minyak dan gas bumi berasal dari penguraian tanaman primordial dan materi hewani, yang dalam waktu jutaan tahun berubah menjadi minyak bumi. Namun dengan paparan di atas, maka minyak bumi sebenarnya bisa dari unsur anorganik alias abiotik.
Dua diamond anvil, masing-masing setinggi 3 mm, dalam sel diamond anvil. Keduanya mengkompresi pelat logam kecil sebagai sampel. Alat ini dapat menghasilkan tekanan lebih besar dari tekanan dalam pusat bumi (3,6 juta atm) . Eksperimen pembentukan metana menggunakan rentang tekanan 50-100.000 atm, sesuai dengan mantel atas bumi.
Tapi penelitian baru di bawah Dudley Herschbach, profesor ilmu pengetahuan Baird dan penerima hadiah Nobel 1986 dalam kategori kimia, mempertanyakan pemikiran itu. Diterbitkan pada musim gugur lalu dalam Proceedings of the National Academy of Sciences, studi tersebut menjelaskan bagaimana peneliti menggabungkan tiga materi abiotik (tak hidup) — air (H2O), batu kapur (CaCO3), dan besi oksida (FeO) — dan menghancurkan campuran tersebut bersama-sama dengan tekanan yang sama dengan di bawah permukaan bumi. Proses ini menghasilkan metana (CH4), komponen paling besar dalam gas alam. Herschbach mengatakan fakta ini, walaupun masih jauh dari terbukti, untuk teori maverick yang disebut bahan bakar fosil tidak dapat diambil dari penguraian organisme era dinosaurus.
Herschbach tertarik dengan asal mula hidrokarbon minyak bumi sambil membaca A Well-Ordered Thing, sebuah buku tentang ahli kimia Rusia yang hidup di abad 19, Dmitri Mendeleev, yang membuat tabel periodik. Ditulis oleh Michael Gordin ‘96, Ph.D. ‘01, seorang Junior Fellow, buku itu mengatakan teori yang telah lama dianut oleh geologis Rusia dan Ukraina : bahwa minyak bumi berasal dari reaksi air tanpa materi abiotik lainnya, lalu gelembung-gelembung naik ke atas permukaan bumi. Tergugah rasa ingin tahu, Herschbach melanjutkan bacaannya, termasuk The Deep, Hot Biosphere oleh ahli astrofisika Cornell, Thomas Gold. Sebagai seorang iconoclast, Gold melihat sisi baik di Rusia dan Ukraina, bahwa minyak bumi memiliki asal tak hidup. Dia berteori bahwa materi organik yang ditemukan dalam minyak — yang dianggap sebagian besar ilmuwan sebagai tanda bahwa minyak bumi berasal dari benda hidup — mungkin hanya materi buangan dari organisme mikrobiologi yang memakan hidrokarbon yang dibentuk di dalam bumi yang terambil waktu mengalir keluar.
Penegasan Gold yang lain tentang metana dan minyak menarik perhatian Herschbach. “Dia mengatakan tidak banyak kesempatan untuk melakukan eksperimen di laboratorium untuk menguji hal ini,” kata Herschbach. “Dan menurut saya, ‘Holy smoke! kita dapat melakukan ini dengan sel diamond anvil.’” Lama tertarik dengan bagaimana cara perilaku molekul di bawah kondisi tekanan tinggi, dia menghubungi Russell Hemley, PhD, alumni yang sekarang berada di Laboratorium Geofisika, Carnegie Institution of Washington, untuk menyarankan eksperimen metana. Bersama dengan Henry Scott dari Indiana University dan para peneliti lain, Herschbach menciptakan kondisi yang sama seperti pada 140 mil di bawah permukaan bumi, di mana temperaturnya tinggi dan tekanan lebih dari 50.000 kali level laut. “Ini adalah pressure cooker yang hebat,” katanya menjelaskan.
Sel diamond anvil yang dibuat di Carnegie Institution, dapat menciptakan tekanan yang sama dengan 4.000 mil di bawah permukaan bumi. Sel menggunakan dua diamond, masing-masing tingginya sekitar 3 mm (kasarnya 1/8 inci), yang ditempatkan di kedua ujung yang saling berhadapan dalam frame presisi yang keras yang diberi gaya bersamaan, menciptakan tekanan intens dalam ruang sempit antar ujung. Diamond (intan) merupakan material ideal untuk eksperimen tersebut, kata Herschbach. Sebagai salah satu bahan terkeras di bumi, ia dapat menahan gaya yang besar, dan karena ia tembus pandang, ilmuwan dapat menggunakan cahaya dan sinar X untuk mengidentifikasi apa yang ada di dalam sel tanpa mengambil diamond. Katanya eksperimen sebelumnya, yang dilakukan oleh ilmuwan Rusia menghasilkan kesimpulan yang berbeda, karena mereka menggunakan penekan tua (kuno) yang harus dibuka sebelum produk di dalamnya dapat dianalisa, sehingga secara potensial mengubah hasilnya.
“Eksperimen memperlihatkan sangat mudah untuk membuat metana,” kata Herschbach. Penemuan baru dapat membenarkan bukti lainnya, kata Gold, bahwa beberapa reservoir minyak bumi tampak menmgisi kembali setelah diambil, menyarankan bahwa minyak bumi dapat terus dibentuk. Ini dapat memiliki implikasi lain untuk konsumsi dan produksi minyak bumi, dan untuk ekonomi dan ekologi planet kita.
Tapi sebelum kita memikirkan minyak bumi sebagai sumber daya terbarukan, Herschbach memberi peringatan. “Kami tidak tahu jika bagian — signifikan secara global atau komersial — dari metana dapat dibentuk secara abiotik dalam pressure-cooker ini,” katanya. “Bahkan jika kita meyakinkan diri sendiri bahwa banyak hidrokarbon dibentuk dengan cara itu, kita belum tahu berapa lama untuk perkolasi ke atas dan mengisi kembali reservoir.”
Untuk Herschbach, penelitian yang menarik ini telah “memberiku sedetik keilmuan masa kecil.” Dia dan rekannya ingin sekali kembali ke lab dan mencari jika tekanan yang lebih tinggi akan menciptakan hidrokarbon yang lebih kompleks, seperti butana atau propana. Penelitian ini mengangkat pertanyaan mendasar tentang bagaimana ilmuwan menentukan bahwa satu material memiliki asal benda hidup atau tak hidup . Ini juga mengesahkan pekerjaan ilmuwan sebelumnya. “Kesimpulan yang adil,” kata Herschbach, “adalah bahwa pandangan Thomas Gold dan para ilmuwan Rusian semuanya kembali ke Mendeleev dan harus dipikirkan secara serius daripada yang selama ini ada di dunia barat.

0 komentar:

Posting Komentar