Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
Baru-baru ini hasil penelitian tim Universitas Minnesota mendapati bahwa organisme bakteri yang mampu menghasilkan listrik bisa ditingkatkan produksi energinya dengan pasokan riboflavin- yang lazimnya dikenal dengan vitamin B-2. Bakteri penghasil listrik itu bernama Shewanella, seringnya didapati di air dan tanah. “Bakteri ini bisa mengubah asam susu (lactic acid) menjadi listrik, berarti bakteri Shewanellabisa memproduksi energi lebih banyak lagi bisa riboflavinditingkatkan jumlahnya” kata Daniel Bond dan Jeffrey Gralnick dari Jurusan Mikrobiologi Institut Bio-Teknologi Universitas Minnesota yang memimpin penelitian.
Bakteri akan tumbuh di elektroda yang secara alamiah menghasilkan riboflavin. Karena riboflavinsanggup membawa elektron dari sel-sel hidup ke elektroda, maka angka produksi listrik pun bisa ditingkatkan menjadi 370 persen saat riboflavinditambah jumlahnya. Penambahan bahan bakar mikroba ini menggunakan bakteri serupa yang bisa menghasilkan listrik untuk membersihkan limbah air. Bakteri bisa membantu kita menurunkan biaya pabrik pengelolaan limbah air. Bakteri ini menghasilkan listrik secara alamiah, bakteri seperti Shewanella butuh mendapatkan dan melarutkan benda-benda logam seperti besi. Dengan kemampuan mengarahkan secara langsung elektron ke logam, membuat bakteri ini bisa mengubah kadar kimia dan tingkat ketersediaannya.
Bakteri sudah sejak miliar tahun lalu mengubah kadar kimia di lingkungan hidup kita. Kemampuan mereka membuat besi menjadi zat yang terlarutkan adalah kunci dari proses siklus logam di lingkungan dan memainkan peran yang sangat penting buat kehidupan di Bumi, tambahnya. Proses ini bisa berlaku terbalik untuk menghindari logam terkena kerosi, teruma buat logam-logam di kapal laut.
Proses Pengolahan sampah menjadi energi
Pada dasarnya ada dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi, yaitu proses biologis yang menghasilkan gas-bio dan proses thermal yang menghasilkan panas. Proses biologis akan menghasilkan gas-bio yang kemudian dibakar untuk menghasilkan tenaga yang akan menggerakkan motor yang dihubungkan dengan generator listrik sedangkan proses thermal menghasilkan panas yang dapat digunakan untuk membangkitkan uap yang kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang dihubungkan dengan generator listrik, yang merupakan kombinasi sumber energi biogas dan uap.
A. Proses Konversi Biologis
Proses konversi biologis dapat dicapai dengan menghasilkan biogas dan pemanfaatan landfill. Biogas adalah teknologi konversi sampah menjadi gas dengan bantuan mikroba anaerob. Proses biogas ini akan menghasilkan gas yang kaya akan methane dan kompos. Gas methane inilah yang digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan energi. Gas methane yang dihasilkan dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500 kJjNm3. Landfill ialah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah. Di dalam lahan landfill, limbah organik akan diuraikan oleh mikroba dalam tanah menjadi senyawa-senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air dalam tanah dan membentuk bahan cair yang disebut lindi (leachate). Tanah di landfill harus mempunya permeabilitas yang rendah.
Aktifitas mikroba dalam landfill menghasilkan gas CH4 dan C02 (pada tahap awal proses aerobik) dan menghasilkan gas methane (pada proses anaerobiknya). Gas landfill tersebut mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan gas hasil biasanya melalui sejumlah pipa-pipa yang dipasang lateral dan dihubungkan dengan pompa vakum sentral. Selain itu terdapat juga sistem pengambilan gas dengan pompa desentralisasi.
Proses konversi biologis dapat dicapai dengan menghasilkan biogas dan pemanfaatan landfill. Biogas adalah teknologi konversi sampah menjadi gas dengan bantuan mikroba anaerob. Proses biogas ini akan menghasilkan gas yang kaya akan methane dan kompos. Gas methane inilah yang digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan energi. Gas methane yang dihasilkan dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500 kJjNm3. Landfill ialah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah. Di dalam lahan landfill, limbah organik akan diuraikan oleh mikroba dalam tanah menjadi senyawa-senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air dalam tanah dan membentuk bahan cair yang disebut lindi (leachate). Tanah di landfill harus mempunya permeabilitas yang rendah.
Aktifitas mikroba dalam landfill menghasilkan gas CH4 dan C02 (pada tahap awal proses aerobik) dan menghasilkan gas methane (pada proses anaerobiknya). Gas landfill tersebut mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan gas hasil biasanya melalui sejumlah pipa-pipa yang dipasang lateral dan dihubungkan dengan pompa vakum sentral. Selain itu terdapat juga sistem pengambilan gas dengan pompa desentralisasi.
B. Proses Konversi Thermal
Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa, dan gasifikasi. Insinerasi ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik yang merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan oksigen. Apabila berlangsung secara sempurna, kandungan bahan organik (H dan C) dalam sampah akan dikonversi menjadi gas karbondioksida (C02) dan uap air (H20). Unsur-unsur penyusun sampah lainnya seperti belerang (S) dan nitrogen (N) akan dioksidasi menjadi oksida-oksida dalam fasa gas (SOx, NOx) yang terbawa di gas produk. Beberapa contoh insinerator ialah open burning, single chamber, open pit, multiple chamber, starved air unit, rotary kiln,dan fluidized bed incinerator.
Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan tanpa kehadiran oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur tinggi, molekul-molekul organik yang berukuran besar akan terurai menjadi molekul organik yang kecil dan lebih sederhana. Hasil pirolisa dapat berupa tar, larutan asam asetat, methanol, padatan char, dan produk gas.
Gasifikasi merupakan proses konversi termokimia padatan organik menjadi gas. Gasifikasi melibatkan proses perengkahan dan pembakaran tidak sempurna pada temperatur yang relatif tinggi (sekitar 900-1100 C). Seperti halnya pirolisa, proses gasifikasi menghasilkan gas yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 4000 kJjNm3.
Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa, dan gasifikasi. Insinerasi ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik yang merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan oksigen. Apabila berlangsung secara sempurna, kandungan bahan organik (H dan C) dalam sampah akan dikonversi menjadi gas karbondioksida (C02) dan uap air (H20). Unsur-unsur penyusun sampah lainnya seperti belerang (S) dan nitrogen (N) akan dioksidasi menjadi oksida-oksida dalam fasa gas (SOx, NOx) yang terbawa di gas produk. Beberapa contoh insinerator ialah open burning, single chamber, open pit, multiple chamber, starved air unit, rotary kiln,dan fluidized bed incinerator.
Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan tanpa kehadiran oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur tinggi, molekul-molekul organik yang berukuran besar akan terurai menjadi molekul organik yang kecil dan lebih sederhana. Hasil pirolisa dapat berupa tar, larutan asam asetat, methanol, padatan char, dan produk gas.
Gasifikasi merupakan proses konversi termokimia padatan organik menjadi gas. Gasifikasi melibatkan proses perengkahan dan pembakaran tidak sempurna pada temperatur yang relatif tinggi (sekitar 900-1100 C). Seperti halnya pirolisa, proses gasifikasi menghasilkan gas yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 4000 kJjNm3.
Secara garis besar, ada empat tahapan untuk memanfaatkan timbunan sampah itu menjadi energi listrik.
- Pertama, sampah ditimbun ke dalam lubang tanah seluas 20 x 100 meter persegi dengan kedalaman tertentu. Kemudian, ditambahkan mikroba pengurai.
- Kedua, memasang selimut plastik hitam di timbunan sampah tersebut dengan tujuan agar gas yang daya rusaknya 21 kali C02 itu tidak beterbangan dan merusak ozon.
- Ketiga, memasang pipa-pipa karet di tumpukan sampah tersebut untuk mengalirkan gas metan yang diproduksi timbunan sampah itu.
- Keempat, gas tersebut dimasukkan ke dalam boks kondensasi untuk memisahkan gas metan dari air. Gas itulah yang kemudian dialirkan untuk menggerakan generator.
Adapun Pemanfaatan abu sisa pembakaran
Sisa dari proses pembakaran sampah adalah abu. Volume dan berat abu yang dihasilkan diperkirakan hanya kurang 5% dari berat atau volume sampah semula sebelum di bakar. Abu ini akan dimanfaatkan untuk menjadi bahan baku batako atau bahan bangunan lainnya setelah diproses dan memiliki kualitas sesuai dengan bahan bangunan.
Dikota-kota besar di Eropah, Amerika, Jepang, Belanda dll waste energy sudah dilakukan sejak berpuluh tahun lalu, dan hasilnya diakui lebih dapat menyelesaikan masalah sampah. Pencemaran dari PLTSa yang selama ini dikhawatirkan oleh masyarakat sebenarnya sudah dapat diantisipasi oleh negara yang telah menggunakan PLTSa terlebih dahulu. Pencemaran- pencemaran tersebut seperti :
· Dioxin
Dioxin adalah senyawa organik berbahaya yang merupakan hasil sampingan dari sintesa kimia pada proses pembakaran zat organik yang bercampur dengan bahan yang mengandung unsur halogen pada temperatur tinggi, misalnya plastic pada sampah, dapat menghasilkan dioksin pada temperatur yang relatif rendah seperti pembakaran di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) (Shocib, Rosita, 2005).
PLTSa sudah dilengkapi dengan sistem pengolahan emisi dan efluen, sehingga polutan yang dikeluarkan berada di bawah baku mutu yang berlaku di Indonesia, dan tidak mencemari lingkungan.
· Residu
Hasil dari pembakaran sampah yang lainnya adalah berupa residu atau abu bawah (bottom ash) dan abu terbang (fly ash) yang termasuk limbah B3, namun hasil-hasil studi dan pengujian untuk pemanfaatan abu PLTSa sudah banyak dilakukan di negara-negara lain. Di Singapura saat ini digunakan untuk membuat pulau, dan pada tahun 2029 Singapura akan memiliki sebuah pulau baru seluas 350 Ha (Pasek, Ari Darmawan, 2007).
PLTSa akan memanfaatkan abu tersebut sebagai bahan baku batako atau bahan bangunan.
0 komentar:
Posting Komentar